Senin, 26 Juli 2010


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rentetan bom yang terjadi di Indonesia dimulai dari konflik Ambon, Poso, bom gereja malam natal thn 2000, bom bali 1 bom bali 2 disusul dengan bom hotel JW marriot 1 dan 2, Eksekusi terhadap Amrozi dkk dan yang terakhir tewasnya orang yang diduga kuat sebagai Nordin M.Top di Temanggung jawa tengah, kembali menimbulkan perdebatan seputar pengertian jihad. Dari kalangan kelompok liberal menyempitkan makna jihad sebatas melawan hawa nafsu bahkan cendrung menolakmakna jihad dalam pengertian perang.Islam dan umat islam saat ini menghadapi paling tidak dua tantangan : pertama : kecenderungan sebagian kalangan umat islam untuk bersikap ekstrim dan ketat dalam memahami hokum hokum agama dan mencoba memaksakan cara tersebut di tengah masyarakat muslim, bahkan dalam beberapa hal dengan menggunakan kekerasan. Kedua : kecenderungan lain yang juga ekstrim dengan bersikap longgar dalam beragama dan tunduk pada perilaku serta pemikiran negative yang berasal dari budaya dan peradapan lain. Kedua sikap diatas tidak menguntungkan islam dan umat islam, kecenderungan pertama telah memberikan citra negative kepada islam dan ummatnya sebagai agama dan komunitas masyarakat yang eksklusif dan mengajarkan kekerasan dalam dakwahnya. Sementara kecenderungan kedua telah menyebabkan islam kehilangan jati dirinya karena lebur dan larut dalam budaya dan peradapan lain.
Tulisan ini akan berusah menjelaskan makna jihad yang sebenarnya agar bisa terhindar dari pemikiran-pemikiran kelompok yang pertama, yang bersikap GHOLLUW (berlebih –lebihan ) dan juga menghindari pemikiran-pemikiran kelompok yang kedua yang mengalihkan makna jihad kepada makna lain bahkan cenderung menafikan eksistensi dari ibadah jihad…

B. PENGERTIAN JIHAD
Para ulama tafsir,para fikih, ushul, dan hadits mendefinisikan jihad dengan makna berperang di jalan Allah swt dan semua hal yang berhubungan dengannya. Sebab, mereka memahami, bahwa kata jihad memiliki makna syar’iy, dimana, makna ini harus diutamakan di atas makna-makna yang lain (makna lughawiy dan ‘urfiy).
Madzhab Hanafi
Menurut mazhab Hanafi, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab Badaa’i’ as-Shanaa’i’, “Secara literal, jihad adalah ungkapan tentang pengerahan seluruh kemampuan… sedangkan menurut pengertian syariat, jihad bermakna pengerahan seluruh kemampuan dan tenaga dalam berperang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta, lisan ataupun yang lain.[ ]
Madzhab Maliki
Adapun definisi jihad menurut mazhab Maaliki, seperti yang termaktub di dalam kitab Munah al-Jaliil, adalah perangnya seorang Muslim melawan orang Kafir yang tidak mempunyai perjanjian, dalam rangka menjunjung tinggi kalimat Allah Swt. Atau kehadirannya di sana (yaitu berperang), atau dia memasuki wilayahnya (yaitu,tanah kaum Kafir) untuk berperang. Demikian yang dikatakan oleh Ibn ‘Arafah.[ ]

Madzhab as Syaafi’i
Madzhab as-Syaafi’i, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab al-Iqnaa’, mendefinisikan jihad dengan “berperang di jalan Allah”.[ ] Al-Siraazi juga menegaskan dalam kitab al-Muhadzdzab; sesungguhnya jihad itu adalah perang.

Madzhab Hanbali
Sedangkan madzhab Hanbali, seperti yang dituturkan di dalam kitab al-Mughniy, karya Ibn Qudaamah, menyatakan, bahwa jihad yang dibahas dalam kitaab al-Jihaad tidak memiliki makna lain selain yang berhubungan dengan peperangan, atau berperang melawan kaum Kafir, baik fardlu kifayah maupun fardlu ain, ataupun dalam bentuk sikap berjaga-jaga kaum Mukmin terhadap musuh, menjaga perbatasan dan celah-celah wilayah Islam. Dalam masalah ini, Ibnu Qudamah berkata: Ribaath (menjaga perbatasan) merupakan pangkal dan cabang jihad.[ ] Beliau juga mengatakan: Jika musuh datang, maka jihad menjadi fardlu ‘ain bagi mereka… jika hal ini memang benar-benar telah ditetapkan, maka mereka tidak boleh meninggalkan (wilayah mereka) kecuali atas seizin pemimpin (mereka). Sebab, urusan peperangan telah diserahkan kepadanya.[ ]
Abu Ishaq
Menurut Abu Ishaq, kata jihaad adalah mashdar dari kata jaahada, jihaadan, wa mujaahadatan. Sedangkan mujaahid adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam memerangi musuhnya, sesuai dengan kemampuan dan tenaganya. Secara syar’iy, jihaad bermakna qathlu al-kufaar khaashshatan (memerangi kaum kafir pada khususnya).[ ]
Al Bahuuthiy
Al-Bahuuthiy dalam kitab al-Raudl al-Marba’, menyatakan; secara literal, jihaad merupakan bentuk mashdar dari kata jaahada (bersungguh-sungguh) di dalam memerangi musuhnya. Secara syar’iy, jihaad bermakna qitaal al-kufaar (memerangi kaum kafir).[ ]
Al Dimyathiy
Al-Dimyathiy di dalam I’aanat al-Thaalibin menyatakan, bahwa jihaad bermakna al-qithaal fi sabiilillah; dan berasal dari kata al-mujaahadah. [ ]Imam Sarbiniy, di dalam kitab al-Iqnaa’ menyatakan, bahwa jihaad bermakna al-qithaal fi sabiilillah wa ma yata’allaqu bi ba’dl ahkaamihi (berperang di jalan Allah dan semua hal yang berhubungan dengan hukum-hukumnya).[ ] Di dalam kitab Durr al-Mukhtaar, dinyatakan; jihaad secara literal adalah mashdar dari kata jaahada fi sabilillah (bersungguh-sungguh di jalan Allah). Adapun secara syar’iy, jihaad bermakna al-du’aa` ila al-diin al-haqq wa qataala man lam yuqabbiluhu (seruan menuju agama haq (Islam) dan memerangi orang yang tidak mau menerimanya). Sedangkan Ibnu Kamal mendefinisikan jihaad dengan badzlu al-wus’iy fi al-qitaal fi sabiilillah mubasyaratan au mu’awanatan bi maal au ra’y au taktsiir yakhlu dzaalik (mencurahkan segenap tenaga di dalam perang di jalan Allah baik secara langsung atau memberikan bantuan yang berujud pendapat, harta, maupun akomodasi perang.[ ]
Imam ‘Ilaa’ al-Diin al-Kaasaaniy
Imam ‘Ilaa’ al-Diin al-Kaasaaniy, dalam kitab Badaai’ al-Shanaai’, menyatakan; secara literal, jihaad bermakna badzlu al-juhdi (dengan jim didlammah; yang artinya al-wus’u wa al-thaaqah (usaha dan tenaga) mencurahkan segenap usaha dan tenaga); atau ia adalah bentuk mubalaghah (hiperbolis) dari tenaga yang dicurahkan dalam suatu pekerjaan. Sedangkan menurut ‘uruf syara’ , kata jihaad digunakan untuk menggambarkan pencurahan usaha dan tenaga dalam perang di jalan Allah swt, baik dengan jiwa, harta, lisan (pendapat).[ ]
Abu al-Hasan al-Malikiy
Abu al-Hasan al-Malikiy, dalam buku Kifaayat al-Thaalib, menuturkan; menurut pengertian bahasa, jihaad diambil dari kata al-jahd yang bermakna al-ta’ab wa al-masyaqqah (kesukaran dan kesulitan). Sedangkan menurut istilah, jihaad adalah berperangnya seorang Muslim yang bertujuan untuk meninggikan kalimat Allah, atau hadir untuk memenuhi panggilan jihaad, atau terjun di tempat jihaad; dan ia memiliki sejumlah kewajiban yang wajib dipenuhi, yakni taat kepada imam, meninggalkan ghulul, menjaga keamanan, teguh dan tidak melarikan diri.[ ]
Imam Zarqaniy
Imam Zarqaniy, di dalam kitab Syarah al-Zarqaniy menyatakan; makna asal dari kata jihaad (dengan huruf jim dikasrah) adalah al-masyaqqah (kesulitan). Jika dinyatakan jahadtu jihaadan, artinya adalah balaghtu al-masyaqqah (saya telah sampai pada taraf kesulitan). Sedangkan menurut pengertian syar’iy, jihad bermakna badzlu al-juhdi fi qitaal al-kufaar (mencurahkan tenaga untuk memerangi kaum kufar).
(Syamsudin Ramadhan, Lajnah Tsaqofiyah Hizbut Tahrir Indonesia)


C. JIKA MEREKA MENGATAKAN APA JIHAD ITU? MAKA KATAKANLAH
Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa Sallam, telah menjawab pertanyaan ini dengan tegas ketika ada sahabat yang bertanya: " Apakah hijroh itu?" Beliaumenjawab,"Engkau meninggalkan amalan jelek." Orang tersebut bertanya lagi,"Lalu hijroh bagaimanakah yang paling utama itu?" Beliau menjawab,"Jihad." Orang tersebut bertanya lagi,"Apakah jihad itu?" Beliau menjawab," Engkau memerangi orang kafir jika kamu bertemu mereka." Orang tersebut bertanya lagi," Lalu bagaimanakah jihad yang paling utama itu?" Beliau menjawab,"Siapa saja yang terluka kudanya dan tertumpah darahnya" Hadits ini shohih diriwayatkan oleh Ahmad. Adapun lafadz yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud berbunyi - dan riwayat ini Hasan -- : "Jihad apakah yang paling utama? Beliau menjawab: Orang yang berjihad melawan orang-orang musyrik dengan harta dan jiwa raganya? Lalu beliau ditanya lagi: Mat yang bagaimana yang paling mulia? Beliau menjawab Orang yang tertumpah darahnya dan terbunuh kudanya." Dengan demikian maka harta yang banyak tidak bisa menggantikan kedudukan jihad dengan jiwa dan raga, lalu bagaimana dengan orang yang duduk belajar untuk mendapatkan harta atau membelah teluk ?. Memang jihad itu bermacam-macam [Jihad dengan tombak, dengan harta, dengan lisan dan tangan] kalau anda mau silahkan katakan Perang Harta dan Perang Dakwah akan tetapi jika kata Perang jika diungkapkan secara lepas maka menurut 'urf ((kebiasaan) salafush sholih adalah : Jihad itu Perang. Perhatikanlah ketika ibunda 'Aisyah rodliyallohu 'anha bertanya: "Wahai Rosululloh, apakah wanita itu wajib berjihad ?" Maka Rosululloh menjawab: "Kaum Wanita wajib berjihad yang tidak pakai perang, yaitu haji dan umroh." Hadits ini sanadnya Shohih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah. Sedangkan dalam riwayat Al-Bukhori berbunyi: "Kami melihat bahwa jihad itu amalan yang paling utama .. Apakah kami tidak kami tidak berjihad ?" Dengan demikian ibunda 'Aisyah memahami bahwa jihad itu perang. Dan apakah para sahabat ketika mengatakan:
Kamilah orang-orang yang berbai'at kepada MuhammadUntuk berjihad selama kami masih hidup Apakah yang mereka maksudkan bukan perang ?


BAB II

A. TAHAPAN TURUNNYA PERINTAH JIHAD
Tema ini saya sampaikan dalam pembahasan ini dengan maksud agar membantu para pembaca untuk memahami bagaimana secara tertib jihad itu disyaratkan oleh Allah, dengan demikian diharapkan para pembaca dapat mendudukan kewajiban jihad itu dengan dapat sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Allah.
Dengan kata lain jangan sampai mempunyai fahaman bahwa jihad itu pada saat ini belum wajib lagi sebagaimana waktu Rasulullah dan para sahabatnya masih berada di Mekkah. Pemahaman ini jelas salah dan bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebab beratus-ratus ayat dan beribu hadits telah mewajibkan kita untuk berjihad, sedangkan sewaktu Rasulullah dan para sahabatnya masih di Mekkah belum berhijrah tidak melakukan operasi jihad karena ada larangan dan belum ada perintah dari Allah untuk berjihad.
Oleh karena itu tatkala ada seorang sahabat yang datang menghadap beliau untuk mengusulkan agar melawan kebrutalan orang-orang quraisy selama ini dengan mengadakan operasi perang atau jihad beliau bersabda,
“ نحن لم نوء مريذلك ” maksudnya : Kita belum diperintahkan untuk itu (untuk berperang). (Rujuk sirah dalam keterangan Bai’atul Aqabah).
Tetapi jika ada sebuah harakah atau jama’ah yang tidak melakukan operasi jihad atas dasar belum ada kemampuan sebagaimana keadaan awal-awal Rasulullah dan para sahabatnya di Mekkah dan tetap meyakini bahwa jihad itu wajib dilakukan tidak dapat diganti dengan cara-cara yang direka-reka sendiri mengikut hawa nafsu seperti dengan cara demokrasi dan lain sebagainya dan dalam masa yang sama berusaha untuk melakukan i’dad (persiapan), maka sikap seperti ini masih dibenarkan oleh syari’at. Kurang dari pada ini -والله أءلم -
Adapun tahapan turunnya perintah jihad secara tertib sebagai berikut :
1. Jihad (membunuh/perang) dilarang
Lihat firman Allah Surah An-Nisaa’ (4) : 77, dintara potongan ayat tersebut
Maksudnya : “Tahanlah tangan-tanganmu (dari berperang) dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”.
Catatan : Hikmah dari kalimat “ ” yang berarti “tahanlah” menunjukkan bahwa sebenarnya para sahabat semasa masih berada di Mekkah-pun sudah ada kemampuan untuk membunuh atau memerangi dan melawan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya, dan hal ini sangat wajar sebab sebelum datangnya Islam mereka sudah biasa perang dan mewarisi ilmu perang dari nenk moyang mereka. Sebagaiman yang dinyatakan oleh salah seorang sahabat dihadapan Rasulullah dalam salah satu riwayat yaitu sebagai berikut :” نحن أ بناءالحروب ورشناکابراءس کابر ”
Maksudnya : Kami adalah putra-putra peperangan (orang yang biasa perang), kami mewarisi dari orang tua kami, yang mereka warisi dari nenek moyang mereka.
Inilah perbedaan antara kita dan sahabat kalau sahabat “ أ بناءالحروب” (putra-putra perang), sedangkan kita “أبناءابسکوت ” (putra-putra biskuit) yang mana karakter biskuit dipegang dari sebelah mana saja akhirnya mereteli. -والله أءلم

2. Jihad telah di izinkan
Buka Surah Al-Hajj (22) : 39

Artinya : “Telah di izinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah di aniaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka”
Jadi selama ini yaitu sepanjang 13 tahun para sahabat berada di Mekkah mereka di zhalimi, ada yang di siksa, ada yang di bunuh, ada yang di penjarakan, ada yang di usir, ada yang di sekat tidak di beri izin untuk makan dan seribu satu lagi bentuk penderitaan yang di alami oleh para sahabat , sehingga diantara para sahabat terpaksa berhijrah ke Habsyah meninggalkan negeri tumpah darah mereka yang mereka cintai (Mekkah) untuk menyelamatkan diri dan agama mereka dari ke zhaliman dan ke brutalan orang-orang musyrik Quraisy, inipun hanya dilakukan oleh sahabat-sahabat yang mampu berhijrah, sementara yang tidak mampu khususnya hamba sahaya seperti Bilal bin Rabah , keluarga Yassir (Yassir (Bapa), Sumaiyah (Istri/Ibu) dan Amar (anak)) dan lain sebagainya, terpaksa menghadapi bermacam-macam penyiksaan dari tuan mereka. Sahabat Amar dan Sumaiyah di siksa dengan penuh biadab dan brutalnya oleh tuannya yaitu di tusuk dengan tombak dari qubulnya hingga tembus kepalanya akhirnya beliau menemui ajalnya dan di nobatkan serta di abadikan namanya sebagai “perempuan yang awal mati syahid dalam Islam”.
Rasulullah sebagai seorang Nabi dan Rasul serta pimpinan Jama’ah Muslimah di saat itu, menyaksikan secara langsung peristiwa penyiksaan ini, namun beliau tidak dapatberbuat apa-apa, tidak dapat memberikan bantuan ataupun pertolongan apalagi menghentikan siksaan dari tangan-tangan tuan mereka. Yang dapat beliau lakukan hanya berdo’a dan memberikan harapan dengan kata-kata beliau yang di abadikan dan di tulis dalam sejarah dengan tinta emas yaitu “ صَبراأل ثاسرفاء ن موءدکم الجنة ”
Maksudnya : “Bersabarlah wahai keluarga Yassir, karena sesungguhnya syurga di janjikan untukmu”
Setelah sekian tahun mengalami penderitaan di. Makkah, akhirnya Allah karuniakan mahjar (tempat hijrah) yaitu kota Yatsrib atau At-Taibah, maka berhijrahlah rasulullah kesana dan di ikuti oleh para sahabatnya, kemudian kota tersebut disebut Madinatur Rasul dan sekarang terkenal dengan nama Al-Madinatul Munawwarah (kota yang membawa nur atau kota yang bercahaya).
Dengan diperolehinya manhaj yang mana Rasulullah sebagai seorang komandan dan para sahabatnya sebagai prajuritnya telah berkumpul di suatu tempat yang akhirnya tempat tersebut berfungsi sebagai “qaidah aminah” atau basis yang aman. Dari sinilah dilaksanakan program-program jihad semenjak operasi jihad mendapatkan izin dari Allah .

3 Perintah jihad terhadap siapa saja yang memerangi
Allah berfirman (QS Al-Baqarah (2) ; 190) yang bermaksud,

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”
Bisa dilihat juga pada ayat berikutnya QS 2 ; 191.
Pada tahapan ini jelas bagi kita bahwa Rasulullah dan para sahabatnya dan termasuk juga kaum miskin wajib memerangi siapa saja yang memerangi, baik bentuknya perorangan, kelompok, qabilah, negara dan sebagainya

4. Perintah perang secara totalitas terhadap seluruh musyrikin
Allah berfirman (QS At-Taubah (9) ; 36) yang diantara potongan ayatnya bermaksud “Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya (keseluruhannya) sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertaqwa”.


Pada Ayat lain QS Al-Anfal (8) ; 39

yang artinya “Dan perangilah mereka (orang-orang kafir). Supaya jangan ada fitnah1) dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah2), Jika mereka berhenti (dari kekafiran) Maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan”.
Catatan :
1) Fitnah : Gangguan-gangguan terhadap ummat Islam dan agama Islam
2) Agama semata-mata milik Allah : Menurut An-Nasafi dan Al-Moraghi ialah Tegaknya agama Islam dan sirnanya agama-agama yang bathil (lihat terjemahan Al-Qur’an Depag RI pada catatan kaki no.616 dan 612).
Bisa juga dilihat pada ayat-ayat lain antara lain :
At-Taubah (9) : 29, Al-Baqarah (2) : 193 dan lain sebagainya.
Jadi dalam tahapan ini berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi kemudian diikuti oleh Khulafaur Rasyidin dan pengikut-pengikut seterusnya. Maka perintah perang dalam Islam bukan terhadap orang musyrikin dan kafirin yang memerangi saja, tetapi kepada seluruhnya kecuali yang ada ikatan perjanjian atau telah bersedia membayar jizyah (sila rujuk QS At-Taubah (9) : 29)
Ada dua bentuk perang dalam Islam :
1. Jihad yang bersifat Ad-Difa’i (Defensif/Pertahanan)
2. Jihad yang bersifat Al-Hujumi (Ofensif/Penyerangan)
Keterangan :
1. Yang dimaksud dengan jihad “Difa’i” adalah segala operasi jihad yang tujuannya untuk mempertahankan diri, wilayah, negara dan semua kepentingan Islam dan kaum muslimin, meskipun dilapangan terlihat attact (menyerang) bukan bertahan ditempat sendiri. Sebab kamus jihad menyatakan bahwa sebaik-baik pertahanan adalah menyerang
خَبُرَالدٌِفَاعِ الهُبُوْمِ – اَلْهُبُوْمُ هُوَخَنيرَالدِفَاعِ
(Sebaik-baik pertahanan adalah Penyerangan), The best of defence is attact/Attact is the best of defence
2. Sedangkan yang dimaksud dengan jihad Al-Hujumi ialah jihad yang dilancarkan oleh seorang Imam Negara atau Khalifah untuk memperluas kekuasaan Islam dengan kata lain perang untuk ekspansi.
Jihad ini hanya bisa dilakukan oleh sebuah negara Islam, dan seorang Imam atau Khalifah berkewajiban melakukan jihad ini minimal satu kali dalam masa setahun. (dapat dirujuk dalam buku-buku fiqh).

B. TUJUAN
Sebelumnya telah disampaikan tentang fase-fase atau tahapan-tahapan bagaimana Allah dengan indah secara bertahap mewajibkan jihad kepada kaum muslimin. Seharusnya marilah kita ikuti apa tujuan Allah mensyari’atkan jihad, karena yang mensyari’atkan adalah Rabb (Tuhan) semesta alam sudah barang tentu positif tidak mungkin negatif bagi kesejahteraan ummat manusia di muka bumi.
Memang sekilas kalau kita hanya melihat dengan sebelah mata saja seolah-olah yang bernama jihad itu “Genderuwo dan Wedon” (sesuatu yang menakutkan, bahasa Jawa). Tetapi kalau kita mau mengadakan penelitian secara jujur dan berbekal ilmu yang cukup, siap mental serta berjiwa dan berhati yang sehat dan waras, kita akan mengakui bahwa jihad itu bagia dari ibadah yang di syari’atkan oleh Allah yang dapat memberikan rahmat bagi seluruh manusia di alam ini baik yang muslim maupun yang non muslim dan terutamanya bagi yang muslim.
Allah berfirman (QS Al-Baqarah (2) : 216)

yang bermaksud, “Di wajibkan ke atas kamu berperang, padahal berperang itu sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”.
Oleh karena itu diharapkan dengan penjelasan ini kita tidak lagi termasuk orang-orang yang mengaku Islam tetapi alergi dengan jihad. Jika musuh-musuh islam alergi dengan jihad itu wajar karena mereka sadar bahwa dengan adanya syari’at jihad mereka tidak mudah berbuat semena-mena, zalim, brutal serta menguasai Islam dan kaum muslimin.
Seterusnya mari kita ikuti secara seksama mengenai tujuan Allah mensyari’atkan jihad, yang perlu diingat bahwa yang akan saya tuliskan disini sebatas yang saya ingat, jika pembaca hendak lebih lengkap sila merujuk pada kitab-kitab yang menjelaskan masalah ini.
Mudah-mudahan dengan mengerti sebagian tujuan jihad dapat menjembatani fikiran kita untuk dapat memahami tujuan operasi jihad yang terjadi dimana-mana selama ini,
1. Menjaga kedudukan Islam dan kaum muslimin Allah berfirman (QS As_Shof (61) : 9, QS At-Taubah (9) : 34, QS Al-Fath (48) : 28)
Ketiga ayat tersebut seluruhnya sama, baik lafaz-nya atau kandungannya, hanya saja yang terdapat dalam Surah Al-Fath di akhiri dengan kaliamat
“ ”, sedangkan yang ada pad dua ayat lain diakhiri dengan kalimat “ ”.
Maksud dari ketiga ayat tersebut antara lain ialah : Bahwa tujuan Allah mengutus Nabi Muhammad dengan membawa Al-Qur’an dan agama yang benar (Islam) adalah untuk dimenangkannya ke atas seluruh agama yang ada. Meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya.
Dan Allah telah menentukan dalam syari’at-Nya bahwa untuk menjaga agar Islam menang dan tegak yaitu dengan jihad (perang). Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Anfal (8) : 39

(Sila lihat keterangan pada fase/tahapan perintah jihad nomor 4)
Rasulullah di dalam sabdanya banyak menerangkan bahwa “kaum yang meninggalkan jihad akan dihinakan oleh Allah alias dikalahkan oleh musuh-musuhnya”. Antara lain sebuah hadits tersebut :
قا ل إذاضن،لنامومىبالدينار،وتباميغوبالعينة،واتبعتم أذناب البقر،وترکتم الجهاد،سلوالله عليلم ذلالدينزعه صن نرجعواابىدينکم ”الحدياأوکماقال”
Artinya : Rasulullah bersabda : Apabila manusia telah bakhil dengan uang dinar dan mereka berjual beli dengan (cara) riba dan kamu mengikuti ekor-ekor lembu (menumpahkan perhatian kepada masalah ekonomi) dan kamu meninggalkan jihad. Allah akan timpakan kehinaan keatasmu, dan ia tidak mencabutnya sehingga kamu keatasmu, dan Ia tidak mencabutnya sehingga kamu kembali kepada dien (jihad) kamu.
Kemudian diriwayatkan dalam tarikh, tatkala sahabat Abu Bakar As-Shiddiq dilantik untuk menggantikan Rasulullah maka diantara kandungan khutbah pada julung-julung kalinya beliau mengatakan :
مَاتَرَكَ قَوْمٌ الْجِهَادَإِلاَّذَلُّوْا
Artinya : Tidaklah suatu kaum yang meninggalkan jihad melainkan akan hina
Jadi tidaklah mungkin Islam dan kaum muslimin menang dan berjaya di dunia melainkan jika mereka menyadari dan bangkit untuk menunaikan kewajiban jihad sebagaimana yang di perintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
2. Untuk menghancurkan setiap penghalang yang menghalang-halangi dan merintangi tegaknya dan tersebarnya Dak’wah Islamiyah.
Allah berfirman (QS Al-Baqarah (2) : 193 dan QS Al-Anfal (8) : 39)

Maksudnya : Dan perangilah mereka supaya jangan ada fitnah.
Sebenarnya tujuan jihad nomor dua ini dapat disertakan atau digabung kan dengan nomor satu, tetapi kami sengaja untuk memisahkan pada nomor tersendiri supaya para pembaca lebih mengambil perhatian.
Yang dimaksud “fitnah” dalam ayat tersebut seperti mana yang telah diuraikan diatas adalah “gangguan-gangguan terhadap Islam dan kaum muslimin”.
Maka apapun bentuk gangguan yang menghalang-halangi tegaknya dan tersebarnya dak’wah Islam mesti dihancurkan baik berbentuk fitnah, isme-isme, manhaj, undang-undang, organisasi, pemerintahan dan lain sebagainya.
Hal ini bukan berarti memeluk agama selain Islam tidak boleh, atau punya pemikiran, keyakinan dan sebagainya diluar Islam dilarang, tidak demikian, bahkan tidak ada paksaan untuk memasuki Islam.
Tetapi yang di perangi oleh Islam adalah yang mengganggu dan bermakar serta menghalang-halangi Islam.
3. Menolak serangan orang-orang kafir
Allah berfirman (QS An-Nisaa’ (4) : 84)

bermaksud : Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban diri kamu sendiri. Kobarkanlah semangat orang mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan-Nya.
Pada ayat yang lain (QS Al-Baqarah (2) : 251)

Bermaksud : Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.
Dan pada QS Al-Hajj (22) : 40

Yang bermaksud : Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa,
4. Menolong orang-orang yang lemah dan tertindas
Allah berfirman (QS An-Nisaa’ (4) : 75), Sila rujuk terjemahan Al-Qur’an Depag RI

Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo'a : "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau !".
5. Allah hendak membedakan orang beriman dengan orang kafir dan menjadikan daripada orang beriman sebagai syuhada (orang-orang yang mati syahid)
Allah berfirman (QS Ali-Imran (3) : 140)


Artinya : Jika kamu mendapat luka, maka sesungguhnya kaum itupun mendapat luka yang serupa. Dan masa itu Kami pergilirkan diantara manusia ; dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman supaya sebagian kamu dijadikan-Nya syuhada' . Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,
6. Membersihkan orang beriman dari dosa dan untuk membinasakan orang-orang yang kafir
Allah berfirman (QS Ali-Imran (3) : 141)

Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman dan membinasakan orang-orang yang kafir.
7. Menteror, menakutkan dan menggerunkan serta menggentarkan musuh-musuh Islam
Allah berfirman (QS Al-Anfal (8) : 60)

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya .
Ayat ini sebenarnya membicarakan perihal “I’dad” (persiapan), karena i’dad merupakan salah satu bagian penting daripada jihad, maka saya sengaja memasukkannya dalam pembukaan ini, mudah-mudahan bermanfa’at.
Diantara kandungan ayat tersebut bahwa orang beriman di perintahkan oleh Allah untuk mempersiapkan segala bentuk kekuatan yang dimampui seperti menembak (melempar) dengan segala jenisnya dan juga menambat kuda.
Persiapan ini dimaksudkan agar musuh gentar, gerun dan takut terhadap kaum muslimin. Kata “ ترهبون ” dapat juga di artikan “kamu menteror” perbuatannya disebut “ الارهاب ” (teror) dan pelakunya disebut “ الارهابي / المرهب “ yang berarti “teroris”.
Yang dimaksud dengan musuh yang lain yang kamu tidak mengetahui sedangkan Allah mengetahui. Menurut Ibnu Abbas yaitu ;
1. Orang-orang Munafik
2. Pasukan Kafir daripada golongan jin dan iblis
-والله أءلم -
8. Membenarkan yang benar dan membatilkan yang batil
Allah berfirman (QS Al-Anfal (8) : 8)


artinya : agar Allah menetapkan (membenarkan) yang haq (Islam) dan membatalkan (membatilkan) yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa itu (musyrik) tidak menyukainya.
9. Ada tujuan-tujuan lain yang terangkan dalam dua ayat yaitu : ayat 14 dan 15 surah At-Taubah (9)

Ayat 14 “Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman” dan ayat 15 “dan menghilangkan panas hati orang-orang mu'min. Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendakiNya. Allah maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Tujuan-tujuan tersebut ialah :
a. Allah akan menyiksa orang-orang kafir dengan (perantara) tangan-tangan orang-orang beriman.
b. Allah akan menghinakan mereka (orang-orang kafir)
c. Allah akan menolong orang-orang beriman terhadap orang-orang kafir
d. Allah akan melegakan hati orang-orang beriman
e. Allah akan menghilangkan panas hati orang-orang beriman (karena selama ini-sebelum berperang-merasa dongkol dan gregetan serta mangkel terhadap mereka)
f. Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya (dengan adanya perang Allah membuka pintu taubat)
Hal ini terbukti bahwa dengan perang ramai sekali orang-orang yang bertaubat baik yang muslim maupun yang non-muslim. Sehingga yang tadinya gali-gali, samsing, preman berubah total menjadi seorang mujahid yang handal, yang tadinya seorang pelacur berubah menjadi seorang ustadzah dan mujahidah. Adapun yang non-muslim berduyun-duyun masuk Islam ada yang dengan kerelaan ada yang karena terpaksa, ada yang satu qabilah, satu desa, satu kecamatan berpakat bersama-sama untuk masuk Islam - Subhanallah.

BAB V
KESIMPULAN

1. Kalimat jihad bila dipisahkan dari makna yang lain berarti bermakna perang.
2. Syare’at jihad sudah tertera dalam al-Qur’an hadits sejak zaman Rosulullah sampai hari kiamat.

PENUTUP

Demikian yang dapat saya uraikan dalam makalah ini, dalam rangka memenuhi tugas perkuliyahan di S2. yang harus di presentasikan dan mudah-mudahan apa yang saya sampaikan dalam makalah ini bermanfaat bagi saya dan teman-teman saat makalah ini dipresentasikan, walaupun masih banyak kekurangan di sana-sini.
Dan saya sangat berterima kasih kepada dosen pembimbing sekiranya sudi memperbaiki kekurangan yang ada dalam makalah ini, karena perkuliyahan itu bermula dari banyak kekurangan dan keterbatasan.
________________________________________
[1] Al-Kasaani, Op. Cit., juz VII, hal. 97.
[2] Muhammad ‘Ilyasy, Munah al-Jaliil, Muhktashar Sayyidi Khaliil, juz III, hal. 135.
[3] Al-Khathiib, Haasyiyah al-Bujayrimi ‘alaa Syarh al-Khathiib, juz IV, hal. 225.
[4] Ibn Qudaamah, al-Mughniy, juz X, hal. 375.
[5] Ibid, juz X, hal. 30-38.
[6] Abu Ishaq, al-Mabda’, juz 3/307
[7] Ibnu Idris al-Bahuuthiy, al-Raudl al-Marba’, juz 2/3; lihat juga dalam Kisyaaf al-Qanaa’, juz 3/32
[8] Al-Dimyathiy, I’aanat al-Thaalibin juz 4/180, lihat juga Mohammad bin Umar bin ‘Ali bin Nawawiy al-Jaawiy, Nihayat al-Zain, juz 1/359
[9] Imam Sarbini, al-Iqnaa’, juz 2/556
[10] Durr al-Mukhtaar, juz 4/121
[11] Imam ‘Ilaa’ al-Diin al-Kaasaaniy, Badaai’ al-Shanaai’, juz 7/97
[12] Abu al-Hasan al-Malikiy, Kifaayat al-Thaalib, juz 2/3-4
[13] Imam al-Zarqaaniy, Syarah al-Zarqaniy, juz 3/3